Selasa, 22 Juni 2010

Izin Periksa Tiga Kepala Daerah Diproses



Kepala Daerah

Senin, 21 Juni 2010 | 18:10 WIB
KOMPAS/ALIF ICHWAN

Sekretaris Kabinet Dipo Alam (kedua dari kanan), Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kanan), Wakil Menneg PPN/Kepala Bappenas Lukita Dinarsyah Tuo (kiri), dan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal berbincang sejenak sebelum dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1). Pelantikan wakil menteri itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, dan pejabat negara lainnya.

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memproses izin pemeriksaan yang diajukan oleh kepolisian terhadap tiga kepala daerah, kata Sekretaris Kabinet Dipo Alam di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Sejak tahun 2004, Presiden Yudhoyono tercatat telah mengeluarkan izin pemeriksaan terhadap 150 kepala daerah dari tingkat provinsi maupun kabupaten.

Dia menyebutkan, tiga kepala daerah yang sedang diproses izin pemeriksaannya adalah dari wilayah Bengkulu, Kepulauan Aru dan Bangka Belitung Timur. "Ada sekitar tiga, itu yang sekarang kita proses. Kita lagi proses, lagi ’cross check’ dengan kepolisian dan kejaksaan," kata Dipo.

Dalam meneliti izin pemeriksaan kepala daerah, Dipo menuturkan, Presiden menitikberatkan pada kasus yang menimbulkan kerugian keuangan negara guna mempercepat proses penyidikan.

Apabila kasus melibatkan kepala daerah yang diajukan oleh kepolisian hanya menyangkut pidana umum, seperti pemalsuan ijazah yang tidak menimbulkan kerugian negara, kasusnya dikembalikan kepada kejaksaan tanpa memerlukan izin Presiden.

Karena itu, lanjut Dipo, kepolisian atau kejaksaan pada akhirnya memiliki wewenang untuk memeriksa kepala daerah dalam kasus pidana umum, apabila setelah 60 hari Presiden belum juga mengeluarkan izin pemeriksaan.

Dipo mencontohkan izin pemeriksaan terhadap kepala daerah dari Bangka Belitung Timur yang ternyata hanya kasus pemalsuan yang tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Sebagai contoh ada Bupati Bangka Belitung Timur, itu hanya pemalsuan, tidak ada kerugian negara. Jadi kita balikkan saja ke kejaksaan. Lebih banyak yang kita sorot yang kasus korupsi. Banyak pengaduan, ketersinggungan, pemalsuan ijazah, kita tidak ’ngurus’ yang itu, paling tidak ada kerugian negara disebutkan andaikata sekian miliar," tutur Dipo.

Sejak 2004, Presiden Yudhoyono tercatat telah mengeluarkan izin pemeriksaan terhadap 150 kepala daerah dari tingkat provinsi maupun kabupaten.
»»  READMORE...

Sabtu, 19 Juni 2010

sakira

»»  READMORE...
Rossa - Hati Yang Kau Sakiti
Add Video to Facebook
See Lyric

«KembaliSingles Lainnya
Sekuntum Mawar Merah - Ridho Rhoma
Seperti Para Koruptor - Slank
Pemujamu - Ada Band
Kau Bukan Kekasihku - Ello
Kamu Kamu Lagi - The Sisters
Aku Cintamu Cintanya - The Adly's
masa Sich - Etridi
Ingat Kamu - Maia
Galih dan Ratna - D'Cinnamons
Hey Cantik - Shaggydog
»»  READMORE...

Kantor KPU Paser Dirusak Massa

Hukum & Kriminal / Sabtu, 12 Juni 2010 23:55 WIB

Metrotvnews.com, Paser: Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (12/6), dirusak massa pengunjuk rasa. Mereka menuntut KPU setempat menghentikan penghitungan suara hasil pemilihan bupati.

Massa merusak kantor KPU Paser dengan melempari bangunan menggunakan batu. Kaca kantor KPU hancur. Mereka menuntut KPU menggelar pleno untuk mendiskualifikasi calon bupati HM Ridwan Suwidi yang dinyatakan unggul dari calon lainnya.

Alasannya, Ridwan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalimantan Timur dalam kasus dugaan ijazah palsu. "Ini sudah berlarut-larut. Sebelumnya KPU sudah kami ingatkan tentang dugaan ijazah palsu tersebut," kata kordinator unjuk rasa Irwanto.

Menurut Irwanto, KPU menyatakan akan mendiskualifikasi Ridwan setelah ada putusan pengadilan. Tetapi hal itu tidak bisa diterima karena Jaringan Pemantau Independen (JPI) telah mengingatkan KPU tentang dugaan ijazah palsu tersebut.

KPU, ujar Irwanto, seharusnya menindaklanjuti masukan JPI dengan melakukan verfikasi, tetapi hal itu tidak dilakukan. "Kami tidak akan pulang sebelum ada keputusan KPU, karena masalah ini kami nilai sengaja diulur-ulur. Hari ini juga kami minta ketegasan KPU," tandas Irwanto. Selain melakukan perusakan gedung KPU, pengunjuk rasa juga membakar ban bekas. (MI/DOR)

Bookmark and  Share
»»  READMORE...

Selasa, 15 Juni 2010

Polisi Tetapkan 16 Tersangka Kasus Tanah Grogot

Metro Pagi / Nusantara / Selasa, 15 Juni 2010 04:54 WIB

Metrotvnews.com, Tanah Grogot: Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Senin (14/6), menetapkan 16 tersangka dalam kasus unjuk rasa yang berakhir ricuh di Kabupaten Paser, Tanah Grogot. Tiga di antaranya--AS, IW, dan SB--masuk dalam daftar pencarian orang karena kabur.

Para tersangka, di antaranya Hudriansyah Sarkawi, Muslim, dan Dani, terbukti mengeroyok dan memukuli Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Paser Abdul Azis Muslim. Mereka juga merusak Kantor KPUD setempat.

Belasan tersangka sempat ditahan di Markas Polres Paser, namun kemudian dipindahkan ke tahanan Mapolda Kaltim. Mereka dipindahkan dalam pengawalan ketat. Para tersangka "diasingkan" untuk mencegah unjuk rasa susulan.(ICH)
Bookmark and Share
»»  READMORE...

Minggu, 13 Juni 2010

Ketua KPUD Paser Dipukuli

Headline News / Nusantara / Minggu, 13 Juni 2010 03:33 WIB

Metrotvnews.com, Paser: Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Paser Azis Muslim dipukuli demonstran yang mengamuk di Kantor KPUD setempat, Sabtu (12/6). Tak kurang dari 3.000 orang yang tergabung dalam Jaring Independen dan pendukung pasangan calon bupati nomor urut 3 dan 4, itu juga mengobrak-abrik fasilitas kantor.

Demonstran datang untuk menuntut diskualifikasi pasangan calon bupati Ridwan Suwidi karena dianggap menggunakan ijazah palsu. Tapi tuntutan mereka tak dipenuhi. Keputusan ini pula yang membuat mereka berang.

Warga yang marah langsung memukul Azis. Puluhan polisi tak bisa berbuat apa-apa karena kalah jumlah. Tak puas, demonstran lalu menyerbu dan melempari Kantor KPUD dengan batu. Semua lemari dan kaca di Kantor KPUD pecah.(ICH)
Bookmark and Share
»»  READMORE...

Situasi di Kabupaten Paser Kondusif

Nusantara / Minggu, 13 Juni 2010 00:21 WIB

Metrotvnews.com, Balikpapan: Situasi di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (12/6), sudah kondusif. Sore tadi situasi di kota ini panas setelah massa yang terdiri dari ratusan orang menerobos pagar pengaman berduri dan pagar betis aparat keamanan. Merela merusak Kantor Komisi Pemilihan Umum setempat.

"Saat ini, situasi di Paser sudah kembali normal dan suasana sudah kembali pulih," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Polisi Antonius Wisnu Sutirta di Balikpapan, Sabtu malam.

Tidak ada penambahan pasukan dari Polda Kaltim terkait aksi massa yang menolak rencana perhitungan suara hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Paser yang dilaksanakan pada Kamis (10/6).

"Karena situasi sudah kembali pulih tidak ada pula diberlakukan jam malam dan jumlah pasukan masih tetap dari Polda Kaltim dan Polres Paser sebanyak 64 personel," kata Wisnu. (Ant/DOR)
Bookmark and Share
»»  READMORE...

Selasa, 08 Juni 2010

Kasus Dugaan Ijazah Palsu Ridwan Suwidi Dilimpahkan ke Polda Kaltim



Selasa, 8 Juni 2010 | 13:29 WITA
Laporan Wartawan Tribun Kaltim Sarassani

TANAH GROGOT, tribunkaltim.co.id - Lama tidak terdengar kabarnya, Pendiri Jaringan Pemantau Independen (JPI) Kabupaten Paser Andi Samudra, Selasa (8/6), menginformasikan bahwa kasus dugaan penggunaan ijazah palsu oleh calon bupati (Cabup) Paser HM Ridwan Suwidi tidak lagi ditangani oleh Polres Paser, tetapi sudah dilimpahkan ke Polda Kaltim.

Selain itu, Tribun juga mendapat informasi bahwa Kapolres Paser AKBP Hery Sasongko baru pulang dari Balikpapan, tempat dimana Polda Kaltim bermarkas. Saat hal ini ditanyakan, Hery mengatakan kasus dugaan ijazah palsu HM Ridwan Suwidi telah dilimpahkan kepada Polda Kaltim.

"Yang jelas kasusnya dilimpahkan ke Polda, iya kasus dugaan ijazah palsu, langsung perintah dari Kapolda, dan aturan memang seperti itu," kata Hery.

Ketika ditanya sudah sampai dimana penyelidikan yang dilakukan Polres Paser? Hery mengatakan penyidik sudah memeriksa keterangan 24 saksi, barang bukti berupa lembaran ijazah asli milik HM Ridwan Suwidi, yang semuanya sudah diserahkan kepada Polda Kaltim.

Seperti diberitakan, HM Ridwan Suwidi merupakan salah satu Calon Bupati 2010-2015, dan JPI melaporkan dugaan penggunaan ijazah palsu HM Ridwan Suwidi kepada Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah (Panwaslukada), kemudian diteruskan Panwaslukada kepada penyidik Polres Paser setelah melalui gelar perkara di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu).

Terkait dengan kasus ini pula, perwakilan tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pemilukada Kabupaten Paser, Kamis (3/6), sempat menyambangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Paser untuk menyampaikan pernyataan sikap politik menolak pencalonan HM Ridwan Suwidi yang kini masih menjabat sebagai Bupati Paser.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Paser Hj Ridhawati Suryani Ridwan Suwidi, selaku partai pengusung dan sekaligus putri Ridwan Suwidi, saat dikonfirmasi enggan mengomentarinya.

"Maaf, sekarang saya lagi sibuk, yang kemarin kan sudah ada (tanggapan-red) kalau saya tidak ingin mengomentarinya," kata Ridha. (*)
»»  READMORE...

Minggu, 06 Juni 2010

Inilah Kisah Detil Penyergapan Tentara Israel di Atas Kapal Mavi Marmara

Minggu, 06 Juni 2010 | 20:00 WIB

Kapal Mavi Marmara yang ditumpangi anggota

Mer-C Tim Pelayaran Gaza. TEMPO/Subekti/Repro Mer-C

TEMPO Interaktif, Yordania - Muhammad Yasin, 29 tahun, jurnalis TV-One tak menyangka tugasnya kali ini sangat berbahaya dan mengerikan. “Ini pertama kali saya pergi ke luar negeri,” katanya saat ditemui Tempo Sabtu kemarin.

Ceritanya bermula saat dirinya ditawari atasannya di televisi itu pada Jumat 15 Mei lalu untuk meliput ke Gaza. "Tanpa pikir-pikir saya oke. Karena memang sudah pengen sih,” ujarnya.

Ia pun langsung berangkat ke Istanbul, Turki. Sampai Turki, pada 21 Mei ia pun langsung menemui sejumlah narasumber yang berasal dari relawan Indonesia dan negeri jiran Malaysia untuk diwawancari.

Ia pun ikut para relawan itu dalam pertemuan-pertemuan dengan panitia penyelenggara, organisasi kemanusiaan IHH dari Turki. Tiga hari dua malam berada di Istanbul, kapal Mavi Marmara tampak bersandar di pelabuhan. Ternyata kapal tak berangkat dari Istanbul.

Pagi hari dilepas ribuan warga Istanbul, Mavi Marmara meninggalkan pelabuhan menuju Antalia, tanpa penumpang. Sekitar 700 relawan termasuk Yasin berangkat dengan bus ke Antalia, malam harinya. Para relawan itu pun harus bermalam tiga hari dua malam di Antalia. “Di atas kapal, kami dapat di dek dua, semua laki-laki, perempuan di floor satu," kata Yasin. Di kapal itu ada 400 lebih penumpang laki-laki. Sisanya perempuan dan beberapa anak di bawah umur, bahkan ada anak laki-laki yang baru berusia satu tahun, anak seorang aktivis Turki.

Yasin menuturkan, perjalanan awalnya tampak tenang. Sehari-hari penumpng muslim tampak menjalankan shalat berjamaah. Dalam perjalanan itu para relawan saling berbincang-bincang santai dan ngopi. Kadang mereka juga membahas langkah-langkah serius yang harus dilakukan.

Hari kedua di kapal itu mulai berkembang informasi dari relawan negara-negara Eropa yang mengemukakan bahwa Israel tak akan pernah buka blokade. Israel, katanya, akan melakukan beragam cara untuk mencegah kapal masuk perairan Israel. “Bahkan berkembang informasi kalau aktivis Yahudi garis keras akan digunakan dengan dalih merompak kapal,” kata Yasin. Beruntung semua informasi itu tak menjadi kenyataan.

Minggu (31/5) ketika waktu beranjak pukul 11 malam, suasana mulai gaduh, karena kapten kapal dan juga para penumpang dengan mata telanjang melihat lampu kapal (laut) menyorot terang. Ada empat kapal perang tentara Israel terus mendekat ke kapal Mavi.

Saat itu Mavi memang tidak sendiri tapi ada lima kapal lainnya yang membawa misi kemanusiaan. Posisi kapal Mavi memang paling depan. Sedangkan lima kapal lain ada di belakang. "Sayai masih melihat kapal itu dari jauh, kapal Israel semakin lama semakin mendekat,” ujar Yasin.

Awalnya para aktivis menyangka kapal-kapal Israel itu cuma menakut-nakuti saja. Namun para aktivis itu bersiap-siap. Pelampung mereka kenakan. Mereka kawatir jika pasukan Isreal itu tiba-tiba menyerang. Perasaan mereka terus galau karena kapal-kapal Israel itu semakin mendekat dan memepet kapal Mavi Marmara. Para penumpang pun mulai sibuk mencari kayu dan besi-besi untuk senjata, bahkan ada juga yang membawa ketapel.

Sekitar pukul 02.00 suasana bertambah gaduh. Para wartawan mulai teriak-teriak dan masuk ke press room yang ada di kapal itu. “Mereka (tentara Israel) sudah di sini...mereka sudah di sini,” begitulah teriakan yang didengar Yasin.

Di kapal itu selain Yasin memang ada 19 jurnalis lainnya dari berbagai TV dan media cetak manca negara, seperti Aljazeera, Kutz TV Lebanon, Press TV Londo, Harbour TV Turkir.

Yasin melihat kapal Israel itu makin merapat ke kapal Mavi. Di dalam kapal Mavi, mereka mulai memukul-mukulkan kayu dan besi ke badan kapal. Bunyinya seperti kentongan ronda saat ada maling. Teraikan Allahu Akbar juga terdengar bersahut-sahutan. “Saya melihat masih ada jamaah di dek tiga sedang Shalat Subuh,” ujarnya. “Saya mendengar ledakan pertama posisinya di belakang saya, bunyi dua kali."

Ledakan itu membuat penumpang panik dan suasana gaduh. Ledakan itu disusul ledakan berikutnya dengan asap dan kilatan api. Dari kapal (seperti speeedboat) bunyi tembakan membentur badan kapal. “tuing..tuing..tuing…” Kurang lebih 15 menit kapal Mavi dihujani peluru.

Serangan berlanjut dari udara. Helikopter datang dari atas menderu-deru. “Saya melihat dek empat sudah porak poranda tertiup baling-baling kapal,” ujar Yasin.

Lalu satu per satu tentara Israel itu turun satu per satu dari helikopter. Spontan para penumpang Mavi marah. Mereka memukul tentara Israel itu bertubi-tubi. Namun aktivis asal Turki mencegah kemarahan penumpang itu. “Saya melihat kening tentara Israel berdarah, tapi tidak parah,” kata Yasin.

Melihat ada rekannya ada yang terluka, tentara Israel itu bak banteng ketaton. Pasukan yang turun pun semakin banyak. Suasana di atas kapal Mavi Marmara menjadi kacau. Tembakan peluru karet menumbangkan sejumlah relawan, termasuk beberapa orang yang berdiri di dekat Fitri Moeslim Taher, Ketua Tim Mer-C. "Korban pertama yang saya seret itu Usamah, aktivis yang tinggal di London tapi berasal dari Palestina. Dia tidak bisa bernapas," ujar Fitri.

Korban kedua jatuh lagi akibat peluru karet. Korban ketiga yang tumbang ternyata sudah tidak bernyawa saat disaksikan dari tepi dek oleh Fitri dan Arief. "Saya lihat keningnya, tepat diantara mata benjol," Fitri melanjutkan. Ternyata, korban ditembak dari belakang kepala, tetapi peluru masih bersarang di keningnya.

Dari kapal terdengar pengumuman dalam bahasa Inggris tanda menyerah, karena korban sudah berjatuhan. Bahkan seorang anggota parlemen Israel, Knessset, Haneen Zoubi yang ikut kapal kemanusiaan itu melambai-lambaikan kain putih dan kardus bekas minuman dalam kemasan dengan huruf Ibrani tak digubris para tentara Israel itu.

Permintaan seorang dokter Turki, yang memberi tanda menyerah juga diacuhkan. Dalam sejam kapal sudah dikuasai tentara Israel.

Para tentara Israel mengikat semua penumpang termasuk yang sakit. Satu persatu orang yang terluka dibawa keluar dari rombongan dengan todongan senjata. “Masih ada orang Eropa,” teriak tentara Israel.

Delapan orang berdiri meninggalkan rombongan. Di dalam kapal tinggal orang-orang berambut hitam, Turki, dan Arab. Mereka digeledah satu persatu. Jurnalis mendapat giliran pertama yang digeledah.

Menurut Abbas al-Lawati, seorang jurnalis dari Uni Emirat Arab, salah seorang tentara Israel, menggendong seorang anak kecil berusia setahun di tangan kanan dan memegang senjata tangan kirinya, menodongkan senjata kepada kapten (nahkoda) kapal. "Dia meminta kapten mengarahkan kapal ke Pelabuhan Ashdod, Israel," kata Yasin.

AHMAD TAUFIK (Yordania)
»»  READMORE...

Kegigihan Kapal Rachel Corrie, Kesungguhan Gadis yang Dilindas Israel

Rachel Corrie. www.palsolidarity.org

TEMPO Interaktif, Jakarta - Aksi pengahadangan Angkatan Laut Israel terhadap kapal yang membawa bantuan untuk Palestina, MV Rachel Corrie, Sabtu lalu membuat nama Rachel kembali bergema. Aksi ini mengingatkan sebuah peristiwa tragis yang terjadi pada 2003. Tragedi itu menimpa Rachel Corrie yang namanya diabadikan di kapal itu.

Rachel, 23 tahun, adalah mahasiswi Evergreen State College. Meski bukan muslim, hatinya tersentuh penderitaan warga Palestina. Gadis itu pun cuti dari kuliah bergabung dalam solidaritas kemanudiaan yang dilakukan Gerakan Solidaritas Internasional (ISM).

Semangat yang meletup-letup itu menerbangkan dia ke Jalur Gaza, Palestina. Bahkan, membuatnya dia tergeletak di tanah yang panas. Badannya remuk dilindas buldozer Israel. Dia adalah tameng hidup yang berjuang melindungi pemukiman Palestina di Gaza, Palestina, 16 Maret 2003. Dia bukan PLO. Bukan pula Hamas. Tapi, Israel tak peduli.

Saat itu, Tentara Pertahanan Israel berniat meratakan pemukiman yang berada antara kamp pengungsi Rafah dan perbatasan Mesir. Corrie, bersama 6 aktivis ISM lainnya, 3 warga Inggris dan 4 AS, berupaya mencegah itu. Corrie tak gentar dengan dengan derum buldoser. Dia menerapkan "Demonstrasi Aksi Langsung" di jalur yang akan dilalui buldoser. Saat mesin baja Caterpillar D9R itu datang, dia tak pergi. Dia malah berlutut, menjadi tameng hidup. Dia melindungi rumah orang-orang Palestina, yang bahkan tidak dikenalnya.

Seperti diajarkan di pelatihan, Corrie melambai-lambaikan tangannya dan berteriak lewat megafon. Metode itu, sebelumnya berhasil menghalau bolldozer lain di Gaza. Namun, kali itu tidak. Rantai-rantai roda buldoser Israel bergemeretak terus melaju.

"Ia sedang berada di jalan yang akan dilalui buldoser tersebut. Jelas-jelas pengemudi buldoser itu melihatnya dan langsung menabraknya. Dia terlindas," kata Joseph Smith, seorang rekan aktivisnya mengisahkan. Tentara Israel berdalih pandangan operator buldoser terhalang sehingga tidak melihat Corrie.

Palestina berduka. Pemimpin Palestina Yasser Arafat sampai menelpon Craig, ayah Corrie dan mengatakan, "Dia putri Anda, tapi sekarang, dia juga putri Palestina." Rachel Corrie kemudian diabadikan menjadi nama jalan di Ramallah, Tepi Barat.

Sejak kematiannya, Rachel Corrie menginspirasi lebih dari 30 lagu dari berbagai musisi, seperti Patti Smith dan Ten Foot Pole. Jurnal dan surat elektroniknya dijadikan lakon drama dengan judul "My Name is Rachel Corrie". Lakon ini telah diterbitkan dalam bentuk buku dan dimainkan di sepuluh negara, termasuk Israel.

Rekan-rekan di Gerakan Pembebasan Internasional mengabadikan nama Rachel Corrie di kapal milik mereka. Kapal berbobot 500 ton dan panjang 625 meter dibeli Gerakan Pembebasan Gaza seharga 70 ribu Euro atau sekitar Rp 840 juta dari sebuah lelang di Dundalk, Irlandia, 30 Maret lalu. Kapal inilah yang berupaya menembus keangkuhan Tentara Bintang Daud.

Reza M | Berbagai sumber
»»  READMORE...

http://www.tempointeraktif.com/hg/timteng/2010/06/06/brk,20100606-253081,id.html

»»  READMORE...

Untuk Rachel Corrie

Senin, 07 Juni 2010

Salah satu dari flotilla enam kapal yang mencoba menembus blokade Israel di Gaza itu, dan diserang marinir Israel hingga sekitar sembilan korban tewas, diberi nama ”Rachel Corrie”.

Tulisan ini dimuat kembali untuk mengenang pengorbanan mereka, orang-orang asing, dari pelbagai agama dan tanah air, yang mati untuk rakyat Palestina.

l l l

Rachel Corrie yang ada di surga, selalu kembalilah namamu. Semoga selalu kembali ingatan kepada seseorang yang bersedia mati untuk orang lain dalam umur 23 tahun, seseorang yang memang kemudian terbunuh, seakan-akan siap diabaikan di satu Ahad yang telah terbiasa dengan kematian.

Hari itu 16 Maret yang tak tercatat. Hari selalu tak tercatat dalam kehidupan orang Palestina, orang-orang yang tahu benar, dengan ujung saraf di tungkai kaki mereka, apa artinya ”sementara”.

Juga di Kota Rafah itu, di dekat perbatasan Mesir, tempat hidup 140 ribu penghuni—yang 60 persennya pengungsi—juga pengungsi yang terusir berulang kali dari tempat ke tempat. Pekan itu tentara Israel datang, seperti pekan lalu, ketika 150 laki-laki dikumpulkan dan dikurung di sebuah tempat di luar permukiman. Tembakan dilepaskan di atas kepala mereka, sementara tank dan buldoser menghancurkan 25 rumah kaca yang telah mereka olah bertahun-tahun dan jadi sumber penghidupan 300 orang—orang-orang yang sejak dulu tak punya banyak pilihan.

Tentara itu mencari ”teroris”, katanya, dan orang-orang kampung itu mencoba melawan, mungkin untuk melindungi satu-dua gerilyawan, mungkin untuk mempertahankan rumah dan tanah dari mana mereka mustahil pergi, karena tak ada lagi tempat untuk pergi.

Saya bayangkan kini Rachel Corrie di surga, sebab hari itu ia, seorang perempuan muda dari sebuah kota yang tenang di timur laut Amerika Serikat, memilih nasibnya di antara orang-orang di Rafah itu: mereka yang terancam, tergusur, tergusur lagi, dan tenggelam. Hari itu ia melihat sebuah buldoser tentara Israel menderu. Sebuah rumah keluarga Palestina hendak dihancurkan. Dengan serta-merta ia pun berlutut di lumpur. Ia mencoba menghalangi.

Tapi jaket jingga terang yang ia kenakan hari itu tak menyebabkan serdadu di mobil perusak itu memperhatikannya. Prajurit di belakang setir itu juga tak mengacuhkan orang-orang yang berteriak-teriak lewat megafon, mencoba menyetopnya. Buldoser itu terus. Tubuh itu dilindas. Tengkorak itu retak. Saya bayangkan Rachel Corrie di surga setelah itu; ia meninggal di Rumah Sakit Najar.

l l l

Rachel yang di surga, selalu kembalilah namamu. Korban dan kematian di hari ini menjadikan kita sebaya rasanya. Kau terbunuh di sebuah masa ketika tragedi dibentuk oleh berita pagi, dan makna kematian disusun oleh liputan yang datang dan pergi dengan sebuah kekuasaan yang bernama CNN. Tahukah kau, di seantero Amerika Serikat, tanah airmu, tak terdengar gemuruh suara protes yang mengikuti jenazahmu?

Tentu kita maklum, bukan singkat ingatan semata-mata yang menyebabkan sikap acuh tak acuh setelah kematianmu di hari itu. Bayangkanlah betapa akan sengitnya amarah orang dari Seattle sampai dengan Miami, dari Gurun Mojave sampai dengan Bukit Capitol, seandainya kau, seorang warga negara Amerika, tewas di tangan seorang Palestina yang melempar batu.

Tapi kau tewas di bawah buldoser tentara Israel; kau berada di pihak yang keliru, anakku. Itulah memang yang diutarakan beberapa orang di negerimu ketika mereka menulis surat ke The New York Times. Mereka menyalahkanmu. Sebab kau datang, bersama tujuh orang Inggris dan Amerika lain, untuk menjadikan tubuhmu sebuah perisai bagi keluarga-keluarga Palestina yang menghadapi kekuatan besar pasukan Israel di kampung halaman mereka.

Kau melindungi teroris, kata mereka. Meskipun sebenarnya kau datang dari Olympia, di dekat Teluk Selatan Negara Bagian Washington, bergabung dengan International Solidarity Movement, untuk mengatakan: ”Ini harus berhenti.”

Kau salah, Rachel, kata mereka. Tapi kenapa? Dalam sepucuk e-mail bertanggal 27 Februari 2003 yang kemudian diterbitkan di surat kabar The Guardian, kau menulis, ”Kusaksikan pembantaian yang tak kunjung putus dan pelan-pelan menghancurkan ini, dan aku benar-benar takut…. Kini kupertanyakan keyakinanku sendiri yang mendasar kepada kebaikan kodrat manusia. Ini harus berhenti.”

Saya bayangkan Rachel di surga, saya bayangkan ia agak sedih. Ia dalam umur yang sebenarnya masih pingin pergi dansa, punya pacar, dan menggambar komik lagi untuk teman-teman sekerjanya. Tapi di sini, di Rafah, ada yang ingin ia stop; bersalahkah dia? Beberapa kalimat dalam surat kepada ibunya menggambarkan perasaannya yang intens: ”Ngeri dan tak percaya, itulah yang kurasakan. Kecewa.”

Ia kecewa melihat ”realitas yang tak bermutu dari dunia kita”. Ia kecewa bahwa dirinya ikut serta di kancah realitas itu. ”Sama sekali bukan ini yang aku minta ketika aku datang ke dunia ini,” tulisnya. ”Bukan ini dunia yang Mama dan Papa inginkan buat diriku ketika kalian memutuskan untuk melahirkanku.”

Apa yang mereka inginkan, Rachel, dan apa yang kau minta?

Berangsur-angsur kau pun tahu: kau tak menghendaki sebuah rumah yang begitu nyaman, begitu ”Amerika”, hingga si penghuni tak menyadari sama sekali bahwa ia sebenarnya berpartisipasi secara tak langsung dalam sesuatu yang keji, yakni ”dalam pembantaian”.

l l l

Itulah sebabnya kau berangkat ke Palestina. ”Datang ke sini adalah salah satu hal yang lebih baik yang pernah kulakukan,” begitu kau tulis pada 27 Februari 2003. ”Maka jika aku terdengar seperti gila, atau bila militer Israel meninggalkan kecenderungan rasialisnya untuk tak melukai orang kulit putih, tolong, cantumkanlah alasan itu tepat pada kenyataan bahwa aku berada di tengah pembantaian yang juga aku dukung secara tak langsung, dan yang pemerintahku sangat ikut bertanggung jawab.”

Ia menuduh dirinya sendiri ikut bersalah. Tapi ia meletakkan kesalahan yang lebih besar pada pemerintahnya.

Rasanya ia betul. Saya kira ia bahkan bisa juga menggugat jutaan orang Amerika lain yang senantiasa membenarkan apa yang dilakukan Ariel Sharon—hingga dalam keadaan perang dengan Irak sekalipun, dari Washington, DC, datang tawaran satu triliun dolar untuk bantuan militer langsung kepada Israel, di celah-celah berita tentang orang Palestina yang ditembak dan dihalau, di antara kabar tentang anak-anak Palestina yang tewas. Bukan main—cuma beberapa hari setelah seorang Amerika tewas ditabrak buldoser di Kota Rafah!

Jika ada kepedihan hati di sana, kau pasti mengetahuinya lebih intim, Rachel. Dari lumpur Kota Rafah itu kau pasti mengerti apa yang jarang dimengerti orang Amerika: kekerasan bisa muncul di puing-puing itu, sebagai bagian dari usaha untuk, seperti kau katakan dalam suratmu, ”melindungi fragmen apa pun yang tersisa”.

Kau akan bisa menunjukkan bahwa Usamah bin Ladin dan Saddam Hussein, dengan wajah mereka yang setengah gelap, menjadi penting karena mereka bisa bertaut dengan gaung Palestina di mana segalanya telah direnggutkan. Sampai hari ini, yang terdengar sebenarnya adalah sebuah gema dari geram bertahun-tahun yang terkadang kacau, terkadang keras, dan senantiasa kalah.

Senantiasa kalah—di Yerusalem, di Kabul, di Bagdad.

Tapi adakah kalah segala-galanya? Tidak, kau pasti akan bilang, semoga tidak. Dalam suratmu bertanggal 28 Februari, kau ceritakan kepada ibumu sesuatu yang menyebabkan engkau merasa lebih mantap sedikit, di antara perasaan pahitmu menyaksikan hidup yang dibangun oleh ketidakadilan. Tak semuanya ternyata hanya ngeri, tak percaya, dan kecewa. Di celah-celah luka yang merundung penghuni Palestina yang kau kenal di Rafah, kau menemukan sesuatu yang tidak pernah kau lihat dalam hidupmu sebelumnya: ”…satu derajat kekuatan dan kemampuan dasar manusia untuk tetap menjadi manusia”. Dan kau punya sepatah kata untuk itu: dignity.

Tapi apa kiranya yang bisa didapat dari dignity, dari harga diri, yang menyebabkan manusia tak melata di atas debu sebelum menggadaikan segala-galanya? Tak banyak, juga sangat banyak.

Yang lemah akan tetap roboh. Tapi di depan tubuh yang tergeletak di lumpur, tubuh yang terjerembap dan menuding ketidakadilan, kemenangan sang superkuat sekalipun akan terhenti: ia hanya ibarat sebuah buldoser yang sekadar menghancurkan. Genggaman itu kosong. Penaklukan itu ilusi.

Ya, Rachel yang ada di surga, semoga namamu selalu akan kembali. Kini memang saya bimbang. Tapi masih ingin saya percaya bahwa tak mustahil akan ada sebuah ruang di mana yang lemah tak terusir, dan yang lain bisa sewaktu-waktu berteriak ”Stop kau!”—dan sebab itu merdeka.

Goenawan Mohamad

- Kolom ini pernah dimuat di Tempo edisi 30 Maret 2003.

»»  READMORE...

Sabtu, 05 Juni 2010

KEGAGALAN BUKAN MALAPETAKA TAPI PELAJARAN BERHARGA

* Untuk mencapai sukses tentu saja tidak mudah, karena Anda juga harus menyikapi kegagalan dengan baik jika memang Anda menghadapi kegagalan. Untuk mencapai sukses kerap kali kita harus melewati kesalahan / kegagalan dalam hidup. Banyak orang ingin sukses tapi sedikit sekali yang berani untuk menghadapi kegagalan. Kalau Anda ingin sukses, Anda tidak boleh takut gagal!

* Simak "Prestasi Kegagalan" seseorang dan bandingkan dengan diri Anda : - Gagal dalam bisnis / bangkrut, thn 1831 - Dikalahkan dalam pemilihan legislatif, thn 1832 - Bisnis kembali bangkrut, thn 1834 - Tunangan meninggal dunia, thn 1835 - Nervous breakdown, thn 1836 - Dikalahkan dalam pemilihan legislatif, thn 1838 - Dikalahkan dalam pemilihan untuk U.S Congress, thn 1843 - Dikalahkan dalam pemilihan untuk U.S Congress, thn 1848 - Dikalahkan dalam pemilihan U.S Senat, thn 1855 - Dikalahkan dalam pemilihan untuk U.S Vice President, thn 1856 - Dikalahkan dalam pemilihan U.S Senat, thn 1858 -1860,

* Namun Abraham Lincoln akhirnya berhasil Menjadi Presiden USA !!, You cannot fail... Unless you Quit!!

* Anda bayangkan selama lebih dari 25 tahun, Abraham Lincoln adalah seorang "juara gagal". Jadi sebenarnya kegagalan itu tidak ada selama Anda terus berjuang, bertahan, belajar dari kesalahan dan mencari cara yang lebih baik mencapai kemenangan. Lain halnya jika Anda berhenti mencoba maka pada saat itulah Anda pantas disebut sebagai orang yang gagal alias pecundang!. Ingatlah bahwa "Winners never quit, Quitters never win !!"

»»  READMORE...

Kamis, 03 Juni 2010

Tiga Pasangan Calon Bupati Datangi KPUD Paser



tribun kaltim/handry jonathan
Tiga perwakilan pasangan calon bupati (Cabup/wabup) saat berada di kantor KPU Paser, Kamis (3/6/10)
Kamis, 3 Juni 2010 | 17:15 WITA
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Handry Jonathan

TANAH GROGOT, tribunkaltim.co.id - Perwakilan tiga pasangan calon bupati (Cabup) peserta pemilhan bupati dan wakil bupati (Pilbup) Paser menyambangi Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Paser, Kamis (3/6/2010) sore. Mereka menyampaikan tiga pernyataan politik.
Pasangan no 2 diwakili calon bupati, Tony Budi Hartono. Pasangan no 3 diwakili calon bupati Noorhayati. Sedangkan pasangan no 4 diwakili calon wabup, Azhar Bahruddin.
Bersama tim sukses masing-masing, mereka memberi pernyataan sikap politik langsung kepada Ketua KPUD Paser, Abdul Azis Muslim.
Sikap politik yang dibacakan langsung oleh Noorhayati adalah, pertama, KPU dengan sengaja melalaikan laporan masyarakat mengenai persyaratan administrasi pasangan calon bupati.
Kedua, meminta KPU segera mendiskualifikasi salah seorang calon bupati yang diduga menggunakan ijazah palsu. Ketiga, tidak akan mengakui keikutsertaan pasangan yang diduga menggunakan ijazah palsu jika KPU tidak mendiskualifikasi.
Terpisah, Ketua KPU mengaku belum bisa mengambil keputusan terkait pernyataan sikap ketiga pasangan calon. Ia berjanji akan segera menindaklanjutinya. "Saya menghormati sikap politik ini. Hal tersebut akan segera saya bicarakan bersama anggota lain melalui rapat pleno KPU. (*)
»»  READMORE...

Rabu, 02 Juni 2010

Dua Walikota di Kaltim Hadiri Kampanye Cabup Ridwan-Mardikansyah

Rabu, 2 Juni 2010 | 15:09 WITA

* Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Sarassani

TANAH GROGOT, tribunkaltim.co.id - Pasangan calon bupati dan wakil bupati Paser, HM Ridwan Suwidi-HM Mardikansyah SH MAP (Ridwan-Mardikansyah), Rabu (2/6/2010), mendapat kesempatan pertama melaksanakan kampanye akbar Pemilihan Bupati (Pilbup) Paser.

Kampanye yang dipusatkan di Lapangan Garuda Tanah Grogot sangat meriah. Selain dihadiri Walikota Bontang Sofyan Hasdam dan Walikota Samarinda Ahmad Amins yang mewakili partai politik (parpol) pengusung pasangan calon, sejumlah artis ibukota juga tampil. Di antaranya Safaruddin KDI, Nelli Agustin, Hetti Sanjaya KDI, Rasmi KDI.(*)
»»  READMORE...